Home > Alif

Bolehkah Istri Ngambil Uang Suami Tanpa Izin?

Suami memiliki kewajiban menafkahi istri sehingga dalam penghasilan suami ada hak istri.
Uang suami (ilustrasi). Di dalam uang suami, ada hak istri. Namun tindakan istri yang mengambil uang suami secara diam-diam atau tanpa izin tidak lantas dibenarkan. (Dok. Freepik)
Uang suami (ilustrasi). Di dalam uang suami, ada hak istri. Namun tindakan istri yang mengambil uang suami secara diam-diam atau tanpa izin tidak lantas dibenarkan. (Dok. Freepik)

LEISURIAN.ID, JAKARTA -- Dalam ajaran agama Islam, suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya. Namun kira-kira bolehkah seandainya istri mengambil uang suami diam-diam tanpa izin? Sebelum menjawab itu, mari kita bahas terlebih dahulu soal nafkah.

Apa itu nafkah?

Dikutip dari Republika.co.id, secara harfiah, nafkah berarti harta atau semacamnya yang diinfakkan atau dibelanjakan oleh seseorang. Sedangkan secara istilah, nafkah merupakan kewajiban suami atas istri dan anak-anaknya berupa uang, sandang, pangan, tempat tinggal dan sebagainya. Pertanyaannya kemudian, bolehkah istri mengambil uang suami secara diam-diam tanpa izin?

Alquran surat al-Baqarah ayat 233 menyebutkan, "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf".

Kewajiban memberikan nafkah dengan ma'ruf adalah berdasarkan kemampuan dan kebiasaan yang berlaku, tanpa berlebihan serta tanpa bakhil (menyempitkan). Disesuaikan dengan kemampuan sang suami.

Di dalam Alquran maupun hadits, tidak disebutkan secara pasti besaran nafkah suami ke istri. Alquran hanya menggariskan nafkah suami kepada istri dan anaknya haruslah ma'ruf.

Bolehkah istri mengambil uang suami tanpa izin?

Suami memiliki kewajiban menafkahi istri sehingga dalam penghasilan seorang suami itu ada hak istri. Meski begitu, Ketua Bidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Asrorun Ni’am Sholeh, tidak lantas membenarkan para istri yang mengambil uang suami secara diam-diam atau tanpa izin. “Islam menetapkan dan mengakui kepemilikan individu,” kata dia dikutip dari Republika.co.id.

Sebuah keluarga terdiri atas suami, istri, dan anak, di mana semuanya memiliki harta masing-masing. Artinya, jika seseorang di antara mereka mengambil harta secara tidak haq, maka hukumnya tetap haram.

“Hanya saja, suami punya tanggung jawab untuk menafkahi istrinya, kewajiban suami ini yang menjadi hak istri, tapi harus dengan cara yang ma’ruf,” ujar Prof Ni’am.

Dia mengatakan, dalam sebuah pernikahan, ada juga harta bersama. Itu pun telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa harta bersama yang didapat selama pernikahan akan menjadi harta gono gini. Namun untuk harta murni milik istri, jika digunakan untuk keluarga maka akan terhitung sedekah.

Lebih prioritas istri atau orang tua?

Dalam kesempatan itu, Asrorun juga membahas tentang kewajiban anak kepada orang tua, apalagi orang tua yang tidak memiliki penghasilan. Tugas merawat orang tua merupakan kewajiban anak laki-laki maupun perempuan, sehingga penting untuk dijalankan bersama.

Dia mengatakan, suami pada orang tua kedudukannya sebagai anak. Anak punya kewajiban untuk memberi nafkah orang tua yang tidak mampu, suami juga punya kewajiban memberi nafkah istri. "Jadi tidak perlu dipertentangkan dan diperhadapkan,” ujarnya.

Banyak anak laki-laki yang beranggapan ketika menikah, mereka harus memprioritaskan istri dan anak-anaknya dibandingkan orang tuanya. Padahal dalam beberapa hadits shahih dijelaskan bahwa orang tua yang fakir dan tidak punya penghasilan wajib diberi nafkah oleh anak-anaknya.

“Para ulama telah berijtimak bahwasanya orang tua yang fakir dan tidak punya penghasilan serta tak punya harta, wajib bagi anaknya memberikan nafkah untuk mereka dari hartanya” (Al-Mughni 11/373).

× Image